Di penghujung tahun 1999, saya berkenalan dengan seorang bapak yang berprofesi sebagai wiraswasta asal Surabaya. Perkenalan terjadi di dalam sebuah fery antar pulau yang melayani rute Lombok - Bali. Perjalanan cukup panjang dan melelahkan memakan waktu sekitar 4 jam.
Dari sana saya belajar konsep-konsep dagang ala chinese.
Mengapa saya katakan ala chinese, ya karena bapak ini adalah seorang WNI keturunan chinese sedangkan saya adalah keturunan javanese.
Orang-orang chinese sudah terkenal dari sononya sebagai pakar-pakar didalam dunia bisnis, sedangkan javanese terkenal sebagai pakar-pakar pejabat [entah pejabat negara, pejabat pemerintahan, pejabat kantoran, pejabat rumah tangga]. Ini hanyalah opini pribadi saja tanpa mendiskreditkan salah satu golongan tertentu.
Bapak ini pengusaha, sedangkan saya adalah pejabat kantoran alias pegawai swasta.
Iseng-iseng saya bertanya kepada beliau.
"Di Lombok ada bisnis apa Pak" tanya saya
"Oh, saya ini dagang Dik, saya jualan baut" sesekali bapak ini melemparkan pandangan ke lautan lepas.
Kami berdiri bersandaran pagar pembatas deck kapal fery. Angin terasa dingin dan kencang.
"Wah baut-baut kecil ya, untungnya gimana Pak?" hehehe masak baru kenalan sudah ngomongin keuntungan
"Namanya juga baut kecil Dik, untungnya per baut juga kecil" Bapak ini menjawab sambil tersenyum.
Kemudian Bapak ini menunjukkan kepada saya jari tanyannya membentuk huruf 'V' secara horisontal.
"Ini berapa?" tanya nya.
"Dua" saya menjawab dengan pasti.
Dia tersenyum.
Kemudian dia menggerakkan tangannya dengan membentuk hruf V tersebut naik turun secara perlahan.
"Kamu bisa melihat dan masih bisa menghitung?" tanya bapak ini.
Saya pun mengangguk.
Tiba-tiba dia mengubah gerakan tangannya naik turun secara cepat.
"Kamu masih bisa melihat dan menghitung?"tanyanya lagi.
Saya pun menggelengkan kepala
"Itulah prinsip dagang Dik, jangan lihat keuntungan sesaat atau menghitung keuntungan perbiji saja, namun lihatlah keuntungan dalam skala omzet. Meskipun saya cuma jualan baut dengan untung sekian rupiah [satuan, bukan puluhan apalagi ratusan] namun volume penjualan saya sangat besar." Rupanya bapak ini tidak segan untuk berbagi ilmu dagangnya dengan saya.
Saya mengangguk-angguk.
Saya jadi teringat dengan bisnis kantor saya sebagai slaah satu distributor Hp nasioanal. Saya ingat waktu itu bagaimana sebuah outlet sanggup meraup keuntungan rata-rata sampai Rp 500.000,- per biji [tahap awal system GSM masuk Indonesia, namun belakangan ini untungnya makin tipis, kadang malah tekor].
Selain distributor Hp, rupanya ada juga usaha sampingan dalam divisi ini yaitu jualan batere untuk kamera.
Saya tanya sama pihak akunting mengenai modal dan harga jualnya. Wow, modalnya Rp 25.000,- dan harga jualnya Rp 26.000,-. Untungnya 'cuma' Rp 1.000,- saja.
Bandingkan dengan keuntungan penjualan Hp!
Ah, ngapain ya bos kog mau capek-capek jualan barang ginian yang untungnya kecil?
Wah, rupanya bapak ini telah menjelaskan prinsip dagangnya kepada saya.
Kemudian bapak ini menjelaskan bagaimana cara membangun kepercayaan dengan pelanggan dengan cara menyediakan kualitas layanan yang baik dan teruji.
"Saya punya sahabat, dia seorang pengusaha aksesori mobil dengan segala pernak-perniknya" bapak ini memulai ceritanya lagi.
"Suatu hari, ada seorang sales aksesoris mendatanginya menawarkan dagangannya"
"Tanpa ba bi bu, sahabat saya ini menerima sampel barang jualanya yang ditawarkan"
"Tebak, apa yang dilakukan oleh sahabat saya ini"
"Dia langsung membanting, melemparkannya ke tembok dan hancurlah barang itu"
"Tentu saja sang sales marah dan tersinggung, bukannya dilihat-lihat kog malah dibanting. Kemudian pergilah sales tadi sambil menggerutu"
"Bisa jadi sales ini memberitahu kepada sales-sales lain agar tidak menyambangi toko ini lagi, orangnya kasar!"
"Namun hari berikutnya, datanglah sales lain dengan produk yang sama, namun beda produsen"
"Dengan sikap yang sama, sahabat saya langsung membanting melemparkanya ke tembok"
"Sahabat saya tersenyum melihat barang yang dibantingnya ternyata tidak hancur , kemudian dia berkata kepada sales : Good, setir yang kamu tawarkan cukup tangguh dan berkualitas, tahan banting. Kamu tahu resikonya bila saya menjual setir yang tidak tahan banting? Nyawa pengemudi dan penumpang adalah taruhannya. Besok kirim kepada saya sekian unit" sesekali dia menarik nafas panjang.
"Begitulah Dik, kita harus menguji segala sesuatu."
"Dan lebih dari itu, kita juga harus tahan uji. "
"Setiap permasalahan yang kita hadapi adalah bentuk ujian untuk membentuk kita, seberapa tangguh dan seberapa murninya kita saat ini. Pengujian-pengujian adalah proses pemurnian. Orang-orang yang malu dan marah saat melalui proses pengujian, adalah orang-orang yang gagal. Orang yang cepat marah, cepat tersinggung, gampang sakit hati, takut gagal, memiliki kepahitan adalah orang-orang yang tidak tahan uji dalam proses permunian, dan sudah pasti akan dibuang dan ditolak, sama seperti saat sahabat saya menguji setir milik sales pertama tadi. Kita tidak perlu pahit, tidak perlu berkecil hati, tidak perlu sakit hati saat ada pengujian, entah dalam bentuk apapun dalam kehidupan kita. Sebab kalau memang benar kita ini murni, maka kita pasti akan tahan uji. Proses pemurnian tentunya akna merontokkan, menanggalkan segala sesuatu yang tidak murni, yang bukan bukan merupakan bagian dari kita. Semua harus kita tanggalkan.Kemurnian akan muncul dalam ujian. Kebenaran akan muncul dengan sendirinya saat pengujian tiba. Kebenaran tidak perlu dibela, sebab bila memang benar kamu memiliki kebenaran didalam dirimu, maka kamu tidak perlu membelanya saat kamu diuji, namun justru kebenaran itu akan membela kamu saat kamu sedang diuji. Kebenaran itu lah yang akan memerdekakan kamu"
with warm regards
Dari sana saya belajar konsep-konsep dagang ala chinese.
Mengapa saya katakan ala chinese, ya karena bapak ini adalah seorang WNI keturunan chinese sedangkan saya adalah keturunan javanese.
Orang-orang chinese sudah terkenal dari sononya sebagai pakar-pakar didalam dunia bisnis, sedangkan javanese terkenal sebagai pakar-pakar pejabat [entah pejabat negara, pejabat pemerintahan, pejabat kantoran, pejabat rumah tangga]. Ini hanyalah opini pribadi saja tanpa mendiskreditkan salah satu golongan tertentu.
Bapak ini pengusaha, sedangkan saya adalah pejabat kantoran alias pegawai swasta.
Iseng-iseng saya bertanya kepada beliau.
"Di Lombok ada bisnis apa Pak" tanya saya
"Oh, saya ini dagang Dik, saya jualan baut" sesekali bapak ini melemparkan pandangan ke lautan lepas.
Kami berdiri bersandaran pagar pembatas deck kapal fery. Angin terasa dingin dan kencang.
"Wah baut-baut kecil ya, untungnya gimana Pak?" hehehe masak baru kenalan sudah ngomongin keuntungan
"Namanya juga baut kecil Dik, untungnya per baut juga kecil" Bapak ini menjawab sambil tersenyum.
Kemudian Bapak ini menunjukkan kepada saya jari tanyannya membentuk huruf 'V' secara horisontal.
"Ini berapa?" tanya nya.
"Dua" saya menjawab dengan pasti.
Dia tersenyum.
Kemudian dia menggerakkan tangannya dengan membentuk hruf V tersebut naik turun secara perlahan.
"Kamu bisa melihat dan masih bisa menghitung?" tanya bapak ini.
Saya pun mengangguk.
Tiba-tiba dia mengubah gerakan tangannya naik turun secara cepat.
"Kamu masih bisa melihat dan menghitung?"tanyanya lagi.
Saya pun menggelengkan kepala
"Itulah prinsip dagang Dik, jangan lihat keuntungan sesaat atau menghitung keuntungan perbiji saja, namun lihatlah keuntungan dalam skala omzet. Meskipun saya cuma jualan baut dengan untung sekian rupiah [satuan, bukan puluhan apalagi ratusan] namun volume penjualan saya sangat besar." Rupanya bapak ini tidak segan untuk berbagi ilmu dagangnya dengan saya.
Saya mengangguk-angguk.
Saya jadi teringat dengan bisnis kantor saya sebagai slaah satu distributor Hp nasioanal. Saya ingat waktu itu bagaimana sebuah outlet sanggup meraup keuntungan rata-rata sampai Rp 500.000,- per biji [tahap awal system GSM masuk Indonesia, namun belakangan ini untungnya makin tipis, kadang malah tekor].
Selain distributor Hp, rupanya ada juga usaha sampingan dalam divisi ini yaitu jualan batere untuk kamera.
Saya tanya sama pihak akunting mengenai modal dan harga jualnya. Wow, modalnya Rp 25.000,- dan harga jualnya Rp 26.000,-. Untungnya 'cuma' Rp 1.000,- saja.
Bandingkan dengan keuntungan penjualan Hp!
Ah, ngapain ya bos kog mau capek-capek jualan barang ginian yang untungnya kecil?
Wah, rupanya bapak ini telah menjelaskan prinsip dagangnya kepada saya.
Kemudian bapak ini menjelaskan bagaimana cara membangun kepercayaan dengan pelanggan dengan cara menyediakan kualitas layanan yang baik dan teruji.
"Saya punya sahabat, dia seorang pengusaha aksesori mobil dengan segala pernak-perniknya" bapak ini memulai ceritanya lagi.
"Suatu hari, ada seorang sales aksesoris mendatanginya menawarkan dagangannya"
"Tanpa ba bi bu, sahabat saya ini menerima sampel barang jualanya yang ditawarkan"
"Tebak, apa yang dilakukan oleh sahabat saya ini"
"Dia langsung membanting, melemparkannya ke tembok dan hancurlah barang itu"
"Tentu saja sang sales marah dan tersinggung, bukannya dilihat-lihat kog malah dibanting. Kemudian pergilah sales tadi sambil menggerutu"
"Bisa jadi sales ini memberitahu kepada sales-sales lain agar tidak menyambangi toko ini lagi, orangnya kasar!"
"Namun hari berikutnya, datanglah sales lain dengan produk yang sama, namun beda produsen"
"Dengan sikap yang sama, sahabat saya langsung membanting melemparkanya ke tembok"
"Sahabat saya tersenyum melihat barang yang dibantingnya ternyata tidak hancur , kemudian dia berkata kepada sales : Good, setir yang kamu tawarkan cukup tangguh dan berkualitas, tahan banting. Kamu tahu resikonya bila saya menjual setir yang tidak tahan banting? Nyawa pengemudi dan penumpang adalah taruhannya. Besok kirim kepada saya sekian unit" sesekali dia menarik nafas panjang.
"Begitulah Dik, kita harus menguji segala sesuatu."
"Dan lebih dari itu, kita juga harus tahan uji. "
"Setiap permasalahan yang kita hadapi adalah bentuk ujian untuk membentuk kita, seberapa tangguh dan seberapa murninya kita saat ini. Pengujian-pengujian adalah proses pemurnian. Orang-orang yang malu dan marah saat melalui proses pengujian, adalah orang-orang yang gagal. Orang yang cepat marah, cepat tersinggung, gampang sakit hati, takut gagal, memiliki kepahitan adalah orang-orang yang tidak tahan uji dalam proses permunian, dan sudah pasti akan dibuang dan ditolak, sama seperti saat sahabat saya menguji setir milik sales pertama tadi. Kita tidak perlu pahit, tidak perlu berkecil hati, tidak perlu sakit hati saat ada pengujian, entah dalam bentuk apapun dalam kehidupan kita. Sebab kalau memang benar kita ini murni, maka kita pasti akan tahan uji. Proses pemurnian tentunya akna merontokkan, menanggalkan segala sesuatu yang tidak murni, yang bukan bukan merupakan bagian dari kita. Semua harus kita tanggalkan.Kemurnian akan muncul dalam ujian. Kebenaran akan muncul dengan sendirinya saat pengujian tiba. Kebenaran tidak perlu dibela, sebab bila memang benar kamu memiliki kebenaran didalam dirimu, maka kamu tidak perlu membelanya saat kamu diuji, namun justru kebenaran itu akan membela kamu saat kamu sedang diuji. Kebenaran itu lah yang akan memerdekakan kamu"
I Korintus 3 :11-15
Karena tidak ada seorangpun yang dapat meletakkan dasar lain dari pada dasar yang telah diletakkan, yaitu Yesus Kristus.
Entahkah orang membangun di atas dasar ini dengan emas, perak, batu permata, kayu, rumput kering atau jerami,
sekali kelak pekerjaan masing-masing orang akan nampak. Karena hari Tuhan akan menyatakannya, sebab ia akan nampak dengan api dan bagaimana pekerjaan masing-masing orang akan diuji oleh api itu.
Jika pekerjaan yang dibangun seseorang tahan uji, ia akan mendapat upah.
ika pekerjaannya terbakar, ia akan menderita kerugian, tetapi ia sendiri akan diselamatkan, tetapi seperti dari dalam api.
I Petrus 1:7
Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan kemurnian imanmu--yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api--sehingga kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya.
with warm regards
No comments:
Post a Comment