Judul diatas merupakan sebuah plesetan dari sebuah pepatah aseli berjudul :
Jauh dimata, dekat di hati
Anda yang berlatar belakang budaya Jawa atau mungkin pernah bersinggungan dengan budaya Jawa, tentu akan mengerti maksud judul diatas.
Bagi yang belum mengerti, kalimat diatas memiliki makna :
Jangan mendekat!
atau
Jangan dekat-dekat!
Plesetan tadi bermula ketika ada seseorang sedang asyik menonton sesuatu, tiba-tiba ada orang lain yang berdiri depan nya - mata ketemu mata - face to face - atau bahasa kerennya saat ini 'Thukul'!
Tentunya tindakan orang tadi membuat jengkel karena menghalangi pandangan matanya yang sedang asyik nonton.
Dilarang atau ditegur baik-baik cuek saja, malah semakin asyik menggoda.
Akhinya keluar senjata : Tak culek matamu yen ora lungo! (Saya colok matamu bila tidak pergi segera!)
Akhirnya jadilah :
Jauh dimata, dekat ta' culek (Harap jauh dari saya, atau saya colok matamu)
Plesetan kalimat diatas merupakan sebuah bentuk kesadaran diri : ada sesuatu yang sangat mengganggu, di depan mata kita!
Namun sayangnya kita lebih sense terhadap sesuatu yang ada dimata orang lain, bukan apa yang ada di mata kita.
Luk 6:41 Mengapakah engkau melihat selumbar di dalam mata saudaramu, sedangkan balok di dalam matamu sendiri tidak engkau ketahui?
Selumbar dalam bahasa Yunani ditulis demikian :
G2595
κάρφος
karphos
kar'-fos
From κάρφω karpho (to wither); a dry twig or straw: - mote.
twig : Any small, leafless branch of a woody plant.
mote : A very small particle; a speck: “Dust motes hung in a slant of sunlight” (Anne Tyler).
Dan dalam bahasa Inggris kata yang sering dipakai adalah : mote , partikel yang sangat kecil (debu)
Sedangkan balok dalam bahasa Yunani ditulis demikian :
G1385
δοκός
dokos
dok-os'
From G1209 (through the idea of holding up); a stick of timber: - beam.
stick of timber: - beam : batang pohon/kayu
Partikel debu diperbandingkan dengan batang pohon : didepan mata dan didalam mata.
Peribahasa Indonesia menyatakan :
Kuman diseberang lautan nampak, gajah di pelupuk mata tiada nampak!
Entah mengapa sensor yang kita miliki yang bertugas untuk sense sesuatu disekitar kita memiliki kecenderungan lebih sensitif terhadap sesuatu yang jauh letaknya dan jauh lebih kecil ukurannya daripada sesuatu yang lebih dekat letaknya dan lebih besar ukurannya didepan mata kita.
Benar, ayat diatas adalah teguran buat kita agar kita lebih sensitif kedalam diri dalam melihat suatu masalah, permasalahan atau suatu kesalahan dan tidak mudah untuk menjatuhkan jugdement kepada orang lain.
Pada kesempatan ini, saya mau sampaikan makna lain dibalik ayat itu :
Dalam banyak kesempatan, kita sering mendengar dan menyaksikan kehidupan pribadi seorang hamba Tuhan yang diberkati dan penuh urapan.
Bagaimana kehidupan doa dan relasi yang dibangun dengan Tuhan.
Pernah kita mendengar dia bersaksi :
"Saya mendengar suara Tuhan berkata : bla..bla..bla.."
"Tiba-tiba ruangan berubah menjadi terang benderang..."
Dan masih banyak lagi.
Kita menjadi 'iri' akan kedekatan hamba Tuhan itu sehingga Tuhan berkenan untuk berbicara langsung, Tuhan berkenan menampakkan diri,...
Ya...kita menjadi 'iri' dibuatnya
"Ah, saya ingin sekali mendengar suara Tuhan langsung seperti itu, betapa indah dan damai rasanya.."
"Ah, bla bla bla..."
Inilah yang saya maksud makna lain tadi.
Kita lebih suka melihat 'selumbar' dimata hamba Tuhan tadi daripada melihat dan menyadari bahwa sesungguhnya ada balok besar di depan mata kita, bahkan didalam mata kita!
Bagaimana mungkin Tuhan berkenan berbicara langsung kepada kita :
Bila :
- Kita tidak pernah membaca Alkitab
- Kita asyik ngobrol dengan sebelah ketika ada hamba Tuhan yang berkotbah
- Kita marah dan tersinggung bila kotbah hamba Tuhan menyinggung harga diri kita
- Kita tertidur lelap seperti Petrus di bukit Zaitun ketika Tuhan sedang berdoa
- Dll
Kita telah kehilangan sensor jarak dekat kita...
Mata kita telah rabun dekat (presbyopia), sehingga benda-benda didekat kita tidak kelihatan
Presbyopia
Inability of the eye to focus sharply on nearby objects, resulting from loss of elasticity of the crystalline lens with advancing age.
Untuk melihat benda-benda itu, kita harus menjauhkan benda tersebut dari depan mata kita.
Tragisnya, setelah dijauhkan maka benda tersebut malah menghilang, lenyap tak berbekas dari pandangan mata kita.
Yang nampak hanyalah selumbar dimata saudara kita.
Mari kita belajar peka untuk mendengar suara Tuhan , entah apapun bentuknya : renungan harian, alkitab, kotbah, teguran, didikan, konseling, dll
Maka ketika kita sudah peka, Tuhan tidak segan-segan untuk menyapa kita dengan suaraNya yang merdu...
with warm regards
No comments:
Post a Comment