Tuesday, January 8, 2008

Maaf,



Priiiiiiiiiit...

Sepasang muda-mudi terpaksa - plus dengan perasaan dag dig dug - menghentikan sepeda motornya ketika seorang polantas menghentikan mereka kurang lebih 100 meter dari lampu merah perempatan jalan yang nampak sepi dan lengang.



"Anda tahu kesalahan apa yang telah anda perbuat?" tanya Pak Polisi.

Kali ini Pak Polisi bertanya dengan sopan, tidak sambil mengelus-elus kumis nya yang tebal sedikit klimis - maklum, Pak Polisi yang satu ini cukup rapi dan ganteng. Usia nya separuh baya.

"Iya Pak, kami mohon maaf, kami bersalah" jawab sang pemuda sambil memegang tangan pacarnya.

"Pelanggaran apa yang telah kamu perbuat dan kamu sadari?" ulang Pak Polisi

"Kami benar-benar mohon maaf Pak, kami tidak melihat kalau ada Pak Polisi di situ" jawab sang pemuda dengan polosnya

"@#$!%^*(&^%$#@" no comment - Pak Polisi



Banyak diantara kita taat peraturan ketika ada seseorang yang mengawasi, namun begitu pengawasan 'hilang', kita melanggar dengan seenaknya.

Hal ini menjadikan kita taat dan patuh (baca: takut) pada oknum dan bukan pada hukum atau peraturan itu sendiri.

Dibutuhkan sikap kedewasaan untuk memahami dan melakukan hal ini : ketaatan.

Ketaatan adalah sikap kedewasaan, bukan sikap kekanak-kanakan.

Seorang kanak-kanak, akan taat ketika diawasi, namun ketika tidak diawasi, dia akan kembali melanggar aturan.

Saya pernah 2-3 kali kena tilang karena mengendarai sepeda motor tanpa memiliki SIM-C. Ketika diminta untuk menunjukkan surat ijin mengemudi, saya tunjukkan SIM-A .
Tentu saja saya tetap kena tilang.
Tapi ya itu, Pak Polisi nya memang sedang 'cari uang' buat makan siang dan saya sendiri tidak sempat - tepatnya tidak menyempatkan diri untuk mengurus surat-surat tilang maka 'selembar I Gusti Ngurah Rai'
pun segera berpindah tangan.

Satu alasan saya mengapa saya tidak suka mengurus pembuatan SIM-C adalah urusan birokrasi.

Sampai-sampai adalah pepatah bagi birokrasi :

"Bila suatu hal itu bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?"

Kadang saya tersenyum mendengar hal itu , namun saya hanya bisa mendoakan hal ini agar terjadi perubahan yang sesungguhnya di Indonesia.

Akhirnya setelah didesak berkali-kali oleh istri saya, saya pun segera membuat SIM-C juga. Sebuah sikap kekanak-kanakan juga


Mengurus Perpanjangan SIM di Mal
  • Liputan6.com, Surabaya: Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya, Jawa Timur, membuka layanan perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM) di pusat perbelanjaan atau mal, baru-baru ini. Kegiatan yang diberi nama SIM Corner ini dimaksudkan untuk menghilangkan anggapan kalau membuat SIM berbelit dan penuh dengan birokrasi. Dibanding pengurusan biasanya, di SIM Corner tidak ada antrean panjang dan tak ada proses yang berbelit. Dengan Rp 85 ribu, SIM baru jadi hanya dalam waktu 20 menit. Warga pun bisa mengurus SIM sambil belanja. Apalagi jam kerja SIM Corner disamakan dengan jam buka mal yakni dari pukul 10.00 WIB hingga 22.00 WIB.(JUM/Tim Liputan 6 SCTV)
Suatu langkah yang bagus, layak untuk diberi salut dan patut dikembangkan...

Lain halnya ketika sahabat saya yang sedang mengambil gelar PhD di Australia pulang kampung untuk melakukan penelitian dan pembuatan thesis nya, dia menunjukkan sebuah surat tilang dari kepolisan setempat (Australia) disertai sebuah foto hasil bidikan kamera sembunyi yang mengindikasikan bahwa kendaraannya telah melampaui kecepatan yang diijinkan. Tidak lupa invoice denda sebesar AU$ 34. Dia agak jengkel sama temannya, sebab temannya itulah yang sedang memakai mobil dia namun tidak mau membayar denda akibat perbuatannya sendiri. Disana kata 'maaf' tidak berlaku. Pelanggaran adalah pelanggaran. Denda adalah denda. Sistem harus berjalan sebagaimana mestinya.


Dalam kehidupan kerohanian kita, kadang kita lebih sering mengambil sikap kekanak-kanakan. Kita lebih 'takut dan taat' sama gembala kita, sama pastor kita, sama romo kita, sama kakak rohani kita hanya karena takut mereka menjumpai kita berbuat salah. (kalau kita berbuat salah dan mereka ndak melihat sih gapapa :) )

Kita selalu waspada terhadap 'orang-orang lain', jangan-jangan mereka menemukan kita sedang berbuat kesalahan.

...someone watching over your shoulder ...




Saat memasuki gedung gereja, kita melempar senyum dengan para usher, terlebih bila disambut oleh bapak dan ibu gembala kita ...padahal sebelumnya kita habis bertengkar dengan suami, istri, pacar atau mungkin ditengah jalan kita mengumpat atau ngomel sama pengendara motor yang memotong jalan seenaknya ...

Kita melupakan eksistensi Pribadi yang melihat dan mengawasi kita senantiasa sepanjang hidup kita ...

bukan lagi

...someone watching over your shoulder ...

namun

.. the One watching over your life ...

...bahwa Akulah yang menguji batin dan hati orang, dan bahwa Aku akan membalaskan kepada kamu setiap orang menurut perbuatannya. (Rev 2:23b)




with warm regards


No comments: